![]() |
Empat pelajar di Gunungsitoli terdakwa di Pengadilan Negeri Gunungsitoli | Foto : istimewa |
Gunungsitoli – Usai dilakukan penahanan kepada empat orang anak yang terlibat kekerasan fisik saat di kelas sekolah oleh Majelis Hakim pada sidang pertama Senin (26/05/2025), kembali dilakukan penangguhan dan dikeluarkan dari Lapas Kelas II B Gunungsitoli pada hari Rabu (28/5/2025).
“Anak kami bersama dengan tiga rekannya sempat dilakukan penahanan usai sidang pertama dan kemarin Rabu (28/5/2025) kembali dikabulkan penangguhan dan dibebaskan dari Lapas Kelas II B Gunungsitoli,” jelas Makmur Lase salah satu orangtua pelajar SMA yang tersandung kasus kekerasan fisik terhadap temannya sekolah, Jumat (30/5/2025).
Makmur Lase mengucapkan apresiasi dan terimakasih kepada Ketua Pengadilan Negeri Gunungsitoli dan Majelis Hakim yang telah mengabulkan permohonan penangguhan perkara keempat anak sehingga saat ini telah bebas dan kembali belajar di sekolah.
“Kami yakin Majelis Hakim dapat adil seadilnya dalam perkara ini dan tidak terpengaruh bila ada intervensi oknum yang mengandalkan jabatan terlebih kami keempat orangtua anak yang saat ini ditetapkan sebagai pelaku merupakan keluarga kurang mampu,” harapnya.
Disinggung upaya perdamaian, Makmur menuturkan bahwa pihaknya bersama ketiga orangtua anak lainnya yang terlibat kasus perkelahian telah berulang kali berupaya meminta perdamaian kepada orangtua EZ yang menjadi korban namun selalu ditolak dan meminta uang pengobatan sebesar 250 juta, bahkan upaya diversi yang dilakukan oleh pihak Kepolisian, Kejaksaan dan terakhir Pengadilan Gunungsitoli selalu ditolak oleh orangtua EZ.
“Kami sudah berupaya meminta perdamaian kepada orangtua EZ bahkan menemui saudara dari orangtua EZ di kampung, pada tanggal 17 Februari 2025 kami menemui keluarga besar orangtua dari EZ di Alasa untuk berdamai tp mereka meminta 260 juta oleh wakil keluarga A. Tara zeb dan rekamannya ada,” papar Makmur.
Lanjutnya, pada tanggal 22 mei kami mengadakan diversi di Pengadilan Gunungsitoli dan usai sidang pihaknya sudah berbicara langsung dengan orangtua EZ menanyakan biaya pengobatan dan dijawab saat itu sebesar 200 juta.
“Pak Ama Elgin di luar Kantor Pengadilan saat selesai diversi dia meminta 200 juta biaya pengobatan anaknya, sehingga malamnya kami kerumahnya secara bersama-sama dan dia meminta 250 juta sehingga kami berunding bersama keluarga lagi dan kesanggupan kami hanya 75 juta. Jadinya diversi gagal karena tidak tercapai kesepakatan karena ngotot pak Elgin wajib 250 kami bayar,” terangnya.
Kami beranggapan orangtua EZ yang merupakan anggota DPRD merupakan wakil rakyat dan memiliki rasa kemanusian yang tinggi namun sebaliknya terkesan tidak memiliki hati dan berkeinginan penuh agar anak anak kami dihukum seberat beratnya di dalam sel penjara.
“Sebagai wakil rakyat sangat diluar nalar manusia biasa yang sama sekali tidak mencerminkan dan menunjukkan rasa belas kasihan kepada rakyat kecil seperti kami ini dan mereka benar-benar tidak mau berdamai dan berniat memenjarakan anak kami biar dihukum seberat-beratnya,”ungkapnya.
Pihaknya berharap agar Hakim Pengadilan Gunungsitoli dapat membebaskan ke empat anak dari tuntutan berat dan memberi waktu bagi orangtua untuk membina lebih baik terlebih keempat anak tersebut masih duduk di bangku sekolah.
Orang tua korban, Emanuel Zebua ketika dikonfirmasi membenarkan permintaan uang sebesar 250 juta jika ingin berdamai para pelaku kepada korban.
Emanuel mengatakan, uang perdamaian sebesar Rp 250 juta yang akan diminta kepada para pelaku merupakan biaya perobatan korban yang sudah habis mulai dari pengobatan di Nias, di Medan hingga di operasi di Rumah Sakit Penang Malaysia.
"Yang saya sampaikan itu uang yang sudah habis untuk pengobatan anak saya, mulai dari pengobatan di Nias, di Medan hingga di operasi di Rumah Sakit Penang Malaysia, dan uang yang habis bukan hanya 250 juta lebih dari itu, hal itu sudah saya tunjukan bukti pembayaran pengobatan anak saya kepada mereka. Terima kasih," katanya. (red).
0 Komentar