BREAKING :

Bagaimana Pendapat Ahli Tentang Limbah B3 Rumah Sakit Bethesda Gunungsitoli..?

Prof. Dr. Suhaidi, SH.,MH
Oleh :
Prof. Dr. Suhaidi, SH.,MH
Ahli Bidang Hukum Pidana Lingkungan
Universitas Sumatera Utara

"Setiap Orang Yang Menghasilkan Limbah B3 Dan Tidak Melakukan Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59"

Bahwa negara hukum secara filosofi negara menekankan kepastian hukum sebagai fondasi penting, menjamin keadilan dan ketertiban dalam masyarakat. 

Negara hukum harus didasarkan pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang jelas, transparan, dan terjamin, sehingga masyarakat mengetahui batas-batas perbuatan yang dibenarkan dan dilarang, Bahwa negara hukum tidak sekadar adanya hukum, tetapi juga bagaimana hukum itu diterapkan dengan adil dan konsisten. Maka kepastian hukum menjamin bahwa setiap orang memiliki hak yang sama di hadapan hukum, serta mengetahui apa yang diharapkan dari yang mereka alami. 

Sebagai negara hukum, beberapa prinsip kunci yang mendukung kepastian hukum antara lain: 

Negara tunduk pada hukum, tidak ada kekuasaan negara yang berada di atas hukum. Negara harus menghormati dan melindungi hak-hak individu dan menjamin persamaan di hadapan hukum.

Peradilan yang bebas dan tidak memihak, Peradilan yang adil dan tidak terpengaruh oleh pihak manapun adalah kunci dalam penegakan kepastian hukum. Kepastian hukum berfungsi memberikan jaminan keterangan yang jelas, hukum harus jelas dan mudah dipahami, sehingga setiap orang dapat mengetahui batas-batas perbuatan yang dibenarkan dan dilarang. 

Perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang, kepastian hukum melindungi individu dari tindakan sewenang-wenang demi stabilitas hukum. 

Kepastian hukum menciptakan stabilitas hukum, sehingga masyarakat dapat mengandalkan hukum dalam melakukan usaha dan atau kegiatan.

Pancasila sebagai dasar filsafat negara juga menjiwai prinsip kepastian hukum. Pancasila menjamin kepastian, keadilan dan kemanfaatan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang harus diwujudkan dalam setiap pembentukan dan penegakan hukum.

Terjadi pergeseran mindset (pola pikir) di dalam perubahan, penghapusan, dan penetapan pengaturan baru dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dsan Pengelolaan Lingkungan Hidup kepada UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

UU No. 6 Tahun 2023 mengembalikan beberapa prinsip keutamaan dalam hukum lingkungan, yaitu upaya pemulihan lingkungan hidup dan upaya ganti rugi.

Umumnya praktek yang diterima dalam hukum lingkungan adalah jika terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka lingkungan hidup harus diperbaiki seperti kondisi sebelum terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan.

Dalam hal kerusakan tidak dapat diperbaiki sepenuhnya maka ganti-rugi yang sebanding harus diberikan.

Precautionary principle: jika terjadi bahaya atau ancaman terjadinya kerusakan yang serius dan irreversible, maka tidak sempurnanya kepastian ilmiah jangan dijadikan alasan untuk menunda sanksi yang harus diberlakukan.

Restraint principle: prinsip pengendalian bahwa sanksi pidana hendaknya baru diberlakukan jika sanksi administrasi tidak efektif untuk menangani kasus-kasus lingkungan hidup.

DASAR HUKUM :

"Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkunga Hidup, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 mengatur tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 18/Puu-Xii/2014, Asas-asas Hukum Lingkungan Hidup, Surat Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : S.348/MENLHK/PSLB3/PLB.2/10/2018, Tertanggal 29 Oktober 2018.

DUGAAN TINDAK PIDANA :

Bahwa sebagaimana tercatat dalam surat panggilan nomor B/Und-2153/V/RES 5,3,/2925/Reskrim, tertanggal 21 Mei 2025, atas Laporan Polisi LP/A/7/V2025/SpktSatreskrim Polres Nias Polda Sumatera Utara, atas nama pelapor Bripda Juang Frans F. Laoli.

"Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 dan tidak melakukan pengololaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59"

MENGINGAT : 

Bahwa ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) telah diubah dalam Undang-Undanng Nomor 6 Tahun 2023 mengatur tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. UU ini menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti (Perppu) UU Cipta Kerja.

Maka Ketentuan Pasal 59 yang diubah berbunyi sebagai berikut:

Pasal 59 

(1) Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkannya; 

(2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kadarluwarsa, pengelolaannya mengikiti ketentuan pengelolaan Limbah B3; 

(3) Dalam hal setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mampu melakukan sendiri Pengelolaan Limbah B3, Pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain; 

(4) Pengelolaan Limbah B3 wajib mendapatkan Perizina Berusaha atau Persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah;

(5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah wajib mencantumkan persyaratan Lingkungan Hidup yang harus di penuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi Pengelola Limbah B3 dalam Perizinan Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;

(6) Keputusan pemberian Perizinan Berusaha Wajib di umumkan; 

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan Limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bahwa sebagaimana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, Pasal yang di rubah, ditambah dan dihapus antara lain:

  1. Perubahan terdiri dari 27 Pasal yakni Pasal 1, 20, 24, 25, 26, 27, 28, 32, 34, 35, 37, 39, 55, 59, 61, 63, 711, 72, 73, 76, 77, 82, 88, 109, 111, dan Pasal 112;
  2. Penambahan terdiri dari 4 (empat) Pasal, yakni Pasal 61A, Pasal 82A, 82B, dan Pasal 82C;
  3. Dihapus terdiri dari 10 (sepuluh) Pasal yakni Pasal 29, 30, 31, 36, 38, 40, 79, 93, 102, dan Pasal 110.

Bahwa terkait dengan penerapan Pasal 59 ayat (1) "Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkannya".

Bahwa dengan adanya suatu perubahan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) kepada Undang-Undanng Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, maka penerapan Pasal 59 secara formil harus melalui tahapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82A, 82B, sebagaimana tertuang pada Pasal 82C. Sebelumnya terdapat Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor : S.348/MENI.HK/PSLB3/PLB.2/10/2018, Tertanggal 28 Oktober 2018 yang di tujukan Kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia u.p Kepala Bareskrim tentang Hal "Pembinaan Pengelolaan Limbah B3 Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan".

Bahwa sehubungan dengan hal tersebut dan atau unsur dugaan sebagaimana yang diproses dalam Penyelidikan bahwa "apabila tidak ada yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan dan/atau Lingkungan Hidup" sebagaimana diatur dalam Pasal 109 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, maka hal dugaan sebagaimana yang di atur dalam aturan formil Pasal 59 merujuk pada Pembinaan dan/atau Sanksi Administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 82A, 82B, dan Pasal 82C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

Asas Pencemar Membayar (Polluter pays principle), liablity based on fault principle, strict liablity principle, precautionary principle, dan restraint principle.

Bahwa prrinsip yang harus dipatuhi oleh semua stake holders dalam menjalankan aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Bagi Pemerintah prinsip-prinsip ini digunakan sebagai pedoman dalam membuat kebijakan, keputusan atau melakukan tindakan yang berkaitan atau berdampak terhadap lingkungan hidup terhadap orang yang menjalankan usaha dan/atau kegiatan.

Prinsip-prinsip ini digunakan agar usaha dan/atau kegiatannya tidak menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Demikian Pendapat Hukum ini disampaikan atas perhatian terimakasih.

0 Komentar

Type and hit Enter to search

Close